Alisa
memang menunjukkan rasa malu dan sedih, namun Bu Rani tetap merasa gelas itu
sudah retak. Bayangan dia terhadap putri satu-satunya itu lenyap digantikan
sedikit trauma dan sedih serta hilang rasa kepercayaan pada anaknya yang santun
dan lembut. Selain itu juga rasa khawatir, prilaku apalagi yang akan dilakukan
oleh Alisa yang membuatnya dipanggil lagi ke sekolah. Jujur saja, Bu Rani pun
tidak berani melaporkan kelakuan anaknya itu pada suaminya. Hal ini dikarenakan
rasa khawatir kepada si ayah akan semakin parah penyakit jantungnya.
Bu
Ranti belum siap menghadapi kemarahan sang suami pada dirinya dan putrinya, terutama dirinya yang dianggap tidak mampu mendidik
anak. Padahal bu Ranti sudah merasa sangat teliti dan telaten dalam mendidik
anak, bahkan dari sejak masih usia dini, sebelum anak-anak seumurnya bisa
membaca Al Qur’an, Alisa sudah mampu membaca Al Qur’an. Bayangkan usia 4 tahun
ketika semua anak seumurannya baru belajar mengenal huruf hijaiyah namun Alisa
sudah mampu membaca Al Qur’an dengan fasih serta manghafal surat-surat pendek
yang menurutnya cukup sulit untuk anak yang baru masuk TK kecil.
Keinginan
bu Ranti untuk menjadikan Alisa putri yang solihah pun terus dilakukan dengan memasukannnya
ke sekolah Islam yang cukup bagus yang gurunya soleh-soleh dan rajin mengajak
anak-anaknya beragama dengan lebih baik. Selain itu, masalah puasa juga Alisa
sudah mengenalnya bahkan di usia 6 tahun, shaum Ramadhan nya sudah penuh. Nah,
ketika Alisa berusia 14 tahun dan duduk dikelas 2 SMP, apa yang membuatnya bisa
terpicu untuk melakukan tindakan yang amoral..? rasanya bu Ranti tidak percaya
dan tidak habis pikir, sampai akhirnya Bu ranti jatuh pingsan dan sakit
memikirkan purtrinya yang jauh dari harapannya seorang ibu yang ingin anaknya
soleh dan mampu menjadi harapan bagi dirinya dan suaminya yang sudah mulai
renta.
Bu
Ranti tidak ingat, bahkan anak nabi sendiri pun ada juga yang tidak menjadi
nabi, bahkan berkhianat pada ayahnya dan dimurkai oleh Allah. Jadi tidak bisa
kita memaksakan anak kita seperti kita atau seperti yang kita bayangkan dan arahkan.
Dan bersabarlah dengan hal itu, ingatlah, anak nabi saja tidak semuanya menjadi
nabi.
Dan kamu
tidak menyalahkan Kami, melainkan karena Kami telah beriman kepada ayat-ayat
Tuhan Kami ketika ayat-ayat itu datang kepada kami". (mereka berdoa):
"Ya Tuhan Kami, Limpahkanlah kesabaran kepada Kami dan wafatkanlah Kami
dalam Keadaan berserah diri (kepada-Mu)". (QS: 7: 126)
Penulis : Fifi P. Jubilea (Founder & Conceptor Jakarta Islamic School)
Penulis : Fifi P. Jubilea (Founder & Conceptor Jakarta Islamic School)

0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !