Merayakan tahun baru dengan kembang api dan kumpul-kumpul
adalah tradisi orang Barat. Dan banyak di antara kaum muslimin yang salah kaprah dalam menyambut bulan Muharram atau
awal tahun. Silakan simak pembahasan berikut.
Dalam menghadapi
tahun baru hijriyah atau bulan Muharram, sebagian kaum muslimin salah dalam
menyikapinya. Bila tahun baru Masehi disambut begitu megah dan meriah, maka mengapa kita selaku umat
Islam tidak menyambut tahun baru Islam semeriah tahun baru masehi dengan
perayaan atau pun amalan?
Satu hal yang
mesti diingat bahwa sudah semestinya kita mencukupkan diri dengan ajaran Nabi
dan para sahabatnya. Jika mereka tidak melakukan amalan tertentu dalam
menyambut tahun baru Hijriyah, maka sudah seharusnya kita pun mengikuti mereka
dalam hal ini. Bukankah para ulama Ahlus Sunnah seringkali menguatarakan sebuah
kalimat,
لَوْ كَانَ خَيرْاً لَسَبَقُوْنَا إِلَيْهِ
“Seandainya
amalan tersebut baik, tentu mereka (para sahabat) sudah mendahului kita
melakukannya.”
Inilah perkataan para ulama pada setiap amalan
atau perbuatan yang tidak pernah dilakukan oleh para sahabat. Mereka
menggolongkan perbuatan semacam ini sebagai bid’ah. Karena para sahabat
tidaklah melihat suatu kebaikan kecuali mereka akan segera melakukannya.
Sejauh yang kami
tahu, tidak ada amalan tertentu yang dikhususkan untuk menyambut tahun baru
hijriyah. Dan kadang amalan yang dilakukan oleh sebagian kaum muslimin dalam
menyambut tahun baru Hijriyah adalah amalan yang tidak ada tuntunannya karena
sama sekali tidak berdasarkan dalil atau jika ada dalil, dalilnya pun lemah.
Amalan
Keliru dalam Menyambut Awal Tahun Hijriyah
Amalan
Pertama: Do’a awal dan akhir tahun
Amalan seperti
ini sebenarnya tidak ada tuntunannya sama sekali. Amalan ini tidak pernah
dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabat, tabi’in
dan ulama-ulama besar lainnya. Amalan ini juga tidak kita temui pada kitab-kitab
hadits atau musnad. Bahkan amalan do’a ini hanyalah karangan para ahli ibadah
yang tidak mengerti hadits.
Yang lebih parah
lagi, fadhilah atau keutamaan do’a ini sebenarnya tidak berasal dari wahyu sama
sekali, bahkan yang membuat-buat hadits tersebut telah berdusta atas nama Allah
dan Rasul-Nya.
Jadi mana mungkin amalan seperti ini diamalkan.
Jadi mana mungkin amalan seperti ini diamalkan.
Amalan
kedua: Puasa awal dan akhir tahun
Sebagian orang
ada yang mengkhsuskan puasa dalam di akhir bulan Dzulhijah dan awal tahun
Hijriyah. Inilah puasa yang dikenal dengan puasa awal dan akhir tahun. Dalil
yang digunakan adalah berikut ini.
مَنْ صَامَ آخِرَ يَوْمٍ مِنْ ذِي الحِجَّةِ ، وَأَوَّلِ يَوْمٍ مِنَ المُحَرَّمِ فَقَدْ خَتَمَ السَّنَةَ المَاضِيَةَ بِصَوْمٍ ، وَافْتَتَحَ السَّنَةُ المُسْتَقْبِلَةُ بِصَوْمٍ ، جَعَلَ اللهُ لَهُ كَفَارَةٌ خَمْسِيْنَ سَنَةً
“Barang siapa
yang berpuasa sehari pada akhir dari bulan Dzuhijjah dan puasa sehari pada awal
dari bulan Muharrom, maka ia sungguh-sungguh telah menutup tahun yang lalu
dengan puasa dan membuka tahun yang akan datang dengan puasa. Dan Allah ta’ala
menjadikan kaffarot/tertutup dosanya selama 50 tahun.”
Lalu bagaimana
penilaian ulama pakar hadits mengenai riwayat di atas:
- Adz Dzahabi dalam Tartib Al Mawdhu’at (181) mengatakan bahwa Al Juwaibari dan gurunya –Wahb bin Wahb- yang meriwayatkan hadits ini termasuk pemalsu hadits.
- Asy Syaukani dalam Al Fawa-id Al Majmu’ah (96) mengatan bahwa ada dua perowi yang pendusta yang meriwayatkan hadits ini.
- Ibnul Jauzi dalam Mawdhu’at (2/566) mengatakan bahwa Al Juwaibari dan Wahb yang meriwayatkan hadits ini adalah seorang pendusta dan pemalsu hadits.
Kesimpulannya
hadits yang menceritakan keutamaan puasa awal dan akhir tahun adalah hadits
yang lemah yang tidak bisa dijadikan dalil dalam amalan. Sehingga tidak perlu
mengkhususkan puasa pada awal dan akhir tahun karena haditsnya jelas-jelas
lemah.
Amalan
Ketiga: Memeriahkan Tahun Baru Hijriyah
Merayakan tahun
baru hijriyah dengan pesta kembang api, mengkhususkan dzikir jama’i,
mengkhususkan shalat tasbih, mengkhususkan pengajian tertentu dalam rangka
memperingati tahun baru hijriyah, menyalakan lilin, atau membuat pesta
makan, jelas adalah sesuatu yang tidak ada tuntunannya. Karena penyambutan
tahun hijriyah semacam ini tidak pernah dicontohkan oleh Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, Abu Bakr, ‘Umar, ‘Utsman, ‘Ali, para sahabat lainnya,
para tabi’in dan para ulama sesudahnya. Yang memeriahkan tahun baru hijriyah
sebenarnya hanya ingin menandingi tahun baru masehi yang dirayakan oleh
Nashrani. Padahal perbuatan semacam ini jelas-jelas telah menyerupai mereka
(orang kafir). Secara gamblang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
”Barangsiapa
yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka”
Menyambut tahun
baru hijriyah bukanlah dengan memperingatinya dan memeriahkannya. Namun yang
harus kita ingat adalah dengan bertambahnya waktu, maka semakin dekat pula
kematian.
Sungguh hidup di
dunia hanyalah sesaat dan semakin bertambahnya waktu kematian pun semakin
dekat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا لِى وَمَا لِلدُّنْيَا مَا أَنَا فِى الدُّنْيَا إِلاَّ كَرَاكِبٍ اسْتَظَلَّ تَحْتَ شَجَرَةٍ ثُمَّ رَاحَ وَتَرَكَهَا
“Aku tidaklah
mencintai dunia dan tidak pula mengharap-harap darinya. Adapun aku tinggal di
dunia tidak lain seperti pengendara yang berteduh di bawah pohon dan
beristirahat, lalu meninggalkannya.”
Hasan Al Bashri
mengatakan, “Wahai manusia, sesungguhnya kalian hanya memiliki beberapa
hari. Tatkala satu hari hilang, akan hilang pula sebagian darimu.”
Semoga
Allah memberi kekuatan di tengah keterasingan. Segala puji bagi Allah yang
dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.
Penulis : Ustdaz
Muhammad Abduh Tausikal

0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !