Abdullah Bin Umar [3] – Menolak Memerangi Sesama Muslim - Situs Portal Berita Keluarga Muslim Indonesia
Headlines News :
Home » , , , » Abdullah Bin Umar [3] – Menolak Memerangi Sesama Muslim

Abdullah Bin Umar [3] – Menolak Memerangi Sesama Muslim

Wednesday, October 8, 2014 | 10:51 PM

Khalifahlife.com - Penolakan untuk menggunakan kekerasan dan senjata inilah yang menyebabkan Ibnu Umar tidak ingin campur tangan dan memilih bersikap netral dalam pertikaian bersenjata yang terjadi antara pendukung Ali dan pendukung Mu’awiyah.

Semboyan yang ia pegang adalah kata-kata berikut. “Siapa yang mengajakku, `Marilah kita shalat,’ maka aku penuhi. Siapa yang mengajakku, `Marilah menuju kebahagiaan,’ maka aku penuhi.
Dan siapa yang mengajakku, `Marilah membunuh saudara sesama muslim, dan merampas hartanya,’ maka aku berkata kepadanya, `Tidak.’”

Sikap netral dan tidak ikut campur tangan yang dipegang oleh Ibnu Umar bukan berarti ia membiarkan kebatilan merajalela.

Seringkali Mu’awiyah yang saat itu memegang Khalifah memberikan berbagai ancaman bahkan ancaman pancung. Namun Ibnu Umar dengan tenang menjawab, “Seandainya hubungan antar aku dan orang lain hanya sebesar rambut, tidak akan terputus.”

Suatu hari Hajjaj (Hajjaj adalah panglima perang yang zalim, mudah membunuh saudara sesama muslim) tampil berpidato. Ia berkata, “Ibnu Umar Zubair telah mengubah Al-Quran!”

Dengan suara lantang Ibnu Umar berseru di hadapannya, “Engkau berbohong! Engkau berbohong! Engkau berbohong!”

Hajjaj yang selama ini ditakuti oleh siapa pun, merasa terpukul mendapat penentangan secara tiba-tiba. Ia melanjutkan ucapannya, dan mengancam Ibnu Umar dengan tindakan keras.
Ibnu Umar mengangkat tangannya di hadapan Hajjaj, “Jika ancaman itu kau lakukan, maka tidak usah heran, karena kau bodoh yang biadab.”
Meskipun demikian berani dan tegasnya Ibnu Umar, sampai akhir hayatnya ia tidak ingin terlibat dalam pertiakian bersenjata, dan menolak untuk berpihak kepada salah satu kelompok yang bertikai.

Abul `Aliyah Al-Barra berkata, “Pada suatu hari aku berjalan di belakang Ibnu Umar tanpa diketahuinya. Aku dengar ia berbicara kepada dirinya, `Mereka menghunus senjata. Membunuh saudara sendiri. Mereka berkata, “Hai Ibnu Umar, berpihaklah kepada kami.” Sungguh sangat menyedihkan.’”

Rasa sesal, rasa pedih memenuhi hatinya saat melihat darah kaum muslimin tumpah oleh saudara mereka sendiri.

Sebagaimana yang telah kita ketahui di awal tulisan ini, beliau adalah “orang yang tidak membangunkan orang mukmin yang sedang tertidur.”

Sekiranya ia mampu menghentikan peperangan dan menjaga agar tidak ada darah yang tertumpah pasti akan dilakukannya. Akan tetapi, yang terjadi sangat dahsyat, di luar kemampuannya. Karena itu, ia memilih tidak campur tangan.

Hati kecilnya berpihak kepada Ali ra. Diriwayatkan bahwa pada akhir hayatnya, ia berkata, “Tiada sesuatu pun yang aku sesali, kecuali mengapa dulu tidak berperang di pihak Ali untuk memerangi kelompok pembangkang.”
Ia menolak berperang di pihak Ali ra. yang memang berada di pihak yang benar, bukan karena takut mati, tapi karena tidak mau melihat pertikaian dan kekacauan. Ia tidak mau ada peperangan di antara sesama muslim.
Ini terlihat dari jawabannya ketika ditanya oleh Nafi’, “Hai Abdullah, engkau adalah putra Umar. Engkau sahabat Nabi saw. Engkau disegani dan dihormati. Apa yang menghalangimu untuk membela Ali ra.”

Ia menjawab, “Allah melarang kita membunuh sesama muslim. Allah berfirman, ‘Dan perangilah mereka, hingga tidak ada lagi fitnah dan (sehingga) ketaatan itu hanya untuk Allah.’ (Al-Baqarah: 193) Kita telah melakukan ini. Kita telah memerangi orang-orang musyrik, hingga ketaatan hanya untuk Allah! Tetapi hari ini, untuk tujuan apa kita berperang? Dulu aku turut berperang. Saat itu berhala-berhala memenuhi Masjidil Haram, hingga akhirnya Allah membersihkannya dari tanah Arab. Sekarang, apakah aku akan memerangi orang yang mengucapkan Laa ilaaha illallah?”

Inilah keyakinan dan pendiriannya. Ia menghindari peperangan bukan karena takut, tetapi karena tidak setuju dengan perang saudara sesama muslim.

Ibnu Umar dikaruniai usia panjang, hingga mengalami suatu masa di mana wilayah pemerintahan Islam semakin luas, harta melimpah ruah, jabatan diperebutkan, dan ambisi sulit dipadamkan.

Namun, jiwa besarnya dan ruhnya yang suci menjadikan semua itu sebagai lahan latihan untuk semakin zuhud dan shalih. Kepribadian yang sudah terasah dalam periode awal generasi Islam, sama sekali tidak goyah.

Dengan dimulainya masa pemerintahan bani Umayyah, pola hidup pun berubah. Suatu perubahan yang tidak dapat dielakkan. Masa itu bisa disebut dengan masa perluasan yang dapat memenuhi semua keinginan, baik keinginan pemerintah, masyarakat maupun perorangan.
Pada saat banyak orang terpukau dengan perluasan dan segala kemegahan yang dihasilkan, Ibnu Umar tetap menjalani hidup dengan kesuciannya. Ia tidak mau sibuk dengan semua kemegahan itu. Ia lebih mengutamakan peningkatan ruhaninya. Ia berhasil menjaga tujuan mulia dari kehidupannya seperti yang ia harapkan. Hingga orang-orang yang bersama dengannya melukiskan sebagai berikut, “Ibnu Umar telah meninggal dunia. Kemuliaannya seperti Umar.”

Bahkan karena terpesona dengan kemuliaan Ibnu Umar, ada yang berani menganggapnya lebih mulia dari ayahnya. Mereka berkata, “Di masa Umar banyak orang yang semulia Umar, namun di masa Ibnu Umar tidak ada orang yang semulia Ibnu Umar.”

Memang suatu pujian yang berlebihan. Namun termaafkan oleh kemuliaan Ibnu Umar.
Umar adalah sosok pilih tanding. Tidak seorang pun bisa disejajarkan dengannya, baik di zamannya maupun di zaman sesudahnya.
Suatu hari di tahun 73 H. Saat sang surya telah condong ke Barat hendak memasuki peraduannya, sebuah kapal keabadian mengakat jangkar lalu berlayar, bertolak menuju dunia lain, menuju dekapan Tuhan yang Mahatinggi, membawa seorang manusia yang merupakan cerminan masa penurunan wahyu, di Mekah dan Madinah. Dialah Abdullah bin Umar bin Khaththab (Generasi sahabat yang paling akhir meninggal adalah Anas bin Malik ra. Ia meninggal di Basrah, Irak, tahun 71 H. Bahkan ada yang mengatakan tahun 73 H). [Tamat/dn]

Sumber :  60 Sirah Sahabat Rasulullah SAW/Khalid Muhammad Khalid/Al Itishom
Share this article :

0 comments:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
KANAL : REDAKSI | IKLAN | HUBUNGI KAMI
Copyright © 2011. Situs Portal Berita Keluarga Muslim Indonesia - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger