Khalifahlife.com – Krisis itu masih melanda Madinah.
Korban sudah banyak berjatuhan. Jumlah orang-orang miskin terus bertambah.
Khalifah Umar Bin Khatab yang merasa paling bertanggung jawab terhadap musibah
itu, memerintahkan menyembelih hewan ternak untuk dibagi-bagikan pada penduduk.
Ketika tiba waktu makan, para petugas memilihkan untuk Umar bagian yang menjadi kegemarannya: punuk dan hati unta. Ini merupakan kegemaran Umar sebelum masuk islam. “Dari mana ini?” Tanya Umar.
“Dari hewan yang baru disembelih hari ini,” jawab mereka.
“Tidak! Tidak!” kata Umar seraya menjauhkan hidangan lezat itu dari hadapannya. “Saya akan menjadi pemimpin paling buruk seandainya saya memakan daging lezat ini dan meninggalkan tulang-tulangnya untuk rakyat.”
Kemudian Umar menyuruh salah seorang sahabatnya,” Angkatlah makanan ini, dan ambilkan saya roti dan minyak biasa!” Beberapa saat kemudian, Umar menyantap yang dimintanya.
Kisah yang dipaparkan Khalid Muhammad Khalid dalam bukunya ar-Rijal Haular Rasul itu menggambarkan betapa besar perhatian Umar terhadap rakyatnya. Peristiwa seperti itu bukan hanya terjadi sekali saja. Kisah tentang pertemuan Umar dengan seorang ibu bersama anaknya yang sedang menangis kelaparan, begitu akrab di telinga kita. Ditengah nyenyaknya orang tidur. Ia berkeliling dan masuk sudut-sudut kota Madinah.
Ketika tiba waktu makan, para petugas memilihkan untuk Umar bagian yang menjadi kegemarannya: punuk dan hati unta. Ini merupakan kegemaran Umar sebelum masuk islam. “Dari mana ini?” Tanya Umar.
“Dari hewan yang baru disembelih hari ini,” jawab mereka.
“Tidak! Tidak!” kata Umar seraya menjauhkan hidangan lezat itu dari hadapannya. “Saya akan menjadi pemimpin paling buruk seandainya saya memakan daging lezat ini dan meninggalkan tulang-tulangnya untuk rakyat.”
Kemudian Umar menyuruh salah seorang sahabatnya,” Angkatlah makanan ini, dan ambilkan saya roti dan minyak biasa!” Beberapa saat kemudian, Umar menyantap yang dimintanya.
Kisah yang dipaparkan Khalid Muhammad Khalid dalam bukunya ar-Rijal Haular Rasul itu menggambarkan betapa besar perhatian Umar terhadap rakyatnya. Peristiwa seperti itu bukan hanya terjadi sekali saja. Kisah tentang pertemuan Umar dengan seorang ibu bersama anaknya yang sedang menangis kelaparan, begitu akrab di telinga kita. Ditengah nyenyaknya orang tidur. Ia berkeliling dan masuk sudut-sudut kota Madinah.
Hingga suatu saat menemukan seorang Ibu yang tengah memasak dan anak-anaknya yang menunggu makan matang sambil tidur-tiduran. Setiap kali anak-anaknya bertanya apakah makanannya telah matang, si Ibu menjawab sebentar lagi. Umar kemudian penasaran dan bertanya apa yang tengah di masak si Ibu, dan betapa terkejutnya ia ketika melihat bahwa si Ibu tengah memasak batu. Langsung Umar pergi membawa sekarung gandum dan ia sendiri juga
yang memanggulnya, mengaduknya, memasaknya dan menghidangkannya untuk anak-anak tersebut.
Ketika kelaparan mencapai puncaknya Umar pernah disuguhi remukan roti yang dicampur samin. Umar memanggil seorang badui dan mengajaknya makan bersama. Umar tidak menyuapkan makanan ke mulutnya sebelum badui itu melakukannya terlebih dahulu. Orang badui sepertinya sangat menikmati makanan itu. “Agaknya Anda tidak pernah merasakan lemak?” Tanya Umar.
“Benar,” kata badui itu. “Saya tidak pernah makan dengan samin atau minyak zaitun. Saya juga sudah lama tidak menyaksikan orang-orang memakannya sampai sekarang,” tambahnya.
Ketika kelaparan mencapai puncaknya Umar pernah disuguhi remukan roti yang dicampur samin. Umar memanggil seorang badui dan mengajaknya makan bersama. Umar tidak menyuapkan makanan ke mulutnya sebelum badui itu melakukannya terlebih dahulu. Orang badui sepertinya sangat menikmati makanan itu. “Agaknya Anda tidak pernah merasakan lemak?” Tanya Umar.
“Benar,” kata badui itu. “Saya tidak pernah makan dengan samin atau minyak zaitun. Saya juga sudah lama tidak menyaksikan orang-orang memakannya sampai sekarang,” tambahnya.
Mendengar kata-kata sang badui, Umar
bersumpah tidak akan makan lemak sampai semua orang hidup seperti biasa. Ucapannya
benar-benar dibuktikan. Kata-katanya diabadikan sampai saat itu, “kalau
rakyatku kelaparan, aku ingin orang pertama yang merasakannya. Kalau rakyatku
kekenyangan, aku ingin orang terakhir yang menikmatinya.”
Padahal saat itu Umar bisa saja
menggunakan fasilitas negara. Kekayaan Irak dan Syam sudah berada ditangan kaum
muslimin. Tapi tidak Umar lebih memilih makan bersama rakyatnya.
Pada kesempatan lain, Umar menerima hadiah makanan lezat dari
Gubernur Azerbajian, Utbah bin Farqad. Namun begitu mengetahui makanan itu
biasanya disajikan untuk kalangan elit, Umar segera mengembalikannya. Kepada utusan
yang mengantarkannya Umar berpesan, “Kenyangkanlah lebih dulu rakyat dengan
makanan yang biasa Anda makan.”
Sikap seperti itu tak hanya dimiliki Umar bin Khattab. Ketika mendengar
dari Aisyah bahwa Madinah tengah dilanda kelaparan. Abdurrahman bin Auf yang baru
pulang dari berniaga segera membagikan hartanya pada masyarakat yang sedang
menderita. Semua hartanya dibagikan.
Menjadi pemimpin
tidaklah mudah, karena beban seluruh rakyat yang dipimpin ada di pundaknya.
Kekuasaan adalah amanah bagaimana menggunakan semua wewenang yang ada agar
dapat memberikan peluang dan kesempatan agar rakyat dapat hidup layak dan
sejahtera, dan itu artinya seluruh lapisan rakyat yang dipimpinnya. Ketika ada
sebagian atau salah satu rakyatnya hidup dalam kemiskinan, tentu harus menjadi
perhatian pemimpin.
Khalifah
Umar bin Khattab adalah teladan bagi para pemimpin. Ia selalu berusaha
memastikan bahwa tidak ada rakyat yang dipimipnnya merasakan ketidakadilan atau
kesusahan selama ia memimpin. Umar mengajarkan bagaimana menjadi pemimpin bukan
berarti menikmati fasilitas negara terlebih dulu, tetapi mengupayakan
kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya. [wn/berbagai sumber]

0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !