Khalifahlife.com - Pasukan Persi menyerang kaum muslimin secara licik.
Pertempuran Jisr menelan banyak korban dari pihak kaum
muslimin. Empat ribu kaum muslimin gugur sebagai syahid dalam satu hari.
Penduduk Irak berkhianat.
Semua itu adalah berita-berita beruntun yang membuat gelisah
Khalifah Umar bin Khaththab hingga ia memutuskan untuk memimpin sendiri pasukan
yang akan berperang habis-habisan melawan pasukan Persi.
Tanggung jawab pemerintahan untuk sementara diserahkan
kepada Ali ra. Disertai beberapa kaum muslimin, Umar berangkat menuju
perbatasan tempat perang antara kaum muslimin dengan pasukan Persi berkecamuk.
Namun, belum jauh ia meninggalkan Madinah, sebagaian anggota
rombongan berpendapat agar ia kembali dan memilih salah seorang di antara
mereka untuk melakukan tugas tersebut.
Usul ini diprakarsai oleh Abdurrahman bin `Auf. Ia
menyatakan bahwa keberangkatan Khalifah tidak tepat karena akan sangat
berbahaya bagi keselamatannya, padahal Islam sedang menghadapi hari-harinya
yang menentukan.
Umar pun menyuruh kaum muslimin berkumpul untuk
bermusyawarah. Ali juga dipanggil. Dengan ditemani beberapa orang Madinah, Ali
berangkat ke tempat Umar dan rombongan berkumpul.
Akhirnya mereka setuju dengan usulan Abdurrahamn bin `Auf. Sahabat
lain yang akan memimpin peperangan menghadpai Pasukan Persi.
Khalifah Umar tunduk pada keputusan ini. Ia bertanya kepada
mereka, “Menurut kalian, siapa yang bertugas sebagai panglima perang?”
Mereka semua tertegun dan berpikir.
Abdurrahman bin Auf, “Singa yang menyembunyikan kukunya. Dia
adalah sa’d bin Malik Az-Zuhri (Sa’d bin Abi Waqqash).”
Kaum muslimin setuju dengan usulan Abdurrahman bin Auf.
Khalifah memanggil Sa’d dan menyampaikan tugas yang harus dilaksanakan:
mengurus Irak dan memimpin pasukan melawan Persi.
Nah, sipakah dia “singa yang menyembunyikan kukunya itu”?
Siapakah dia sebenarnya? Mengapa setiap kali dia menjumpai
Rasulullah, beliau menyambutnya dengan ucapan selamat datang sambil bergurau,
dan berkata, “Ini dia pamanku. Adakah di antar kalian yang mempunyai paman
seperti dia?”
Sa’d adalah cucu Uhaid bin Manaf. Uhaib adalah paman Siti
Aminah; ibunda Rasulullah.
Sa’d masuk Islam saat berusia 17 tahun. Termasuk orang-orang
yang pertama kali masuk Islam. Ia pernah berkata, “Saat itu, aku adalah
sepertiganya Islam.” Maksudnya bahwa ia adalah satu dari tiga orang yang paling
dahulu masuk Islam.
Pada hari-hari pertama Rasulullah menjelaskan tentang Allah
yang Maha Esa, tentang agama baru yang dibawanya, dan sebelum beliau mengambil
rumah al-Arqam sebagi tempat pertemuan dengan para pengikutnya, Sa;d bin Abi
Waqqash telah mengulurkan tangan kanannya untuk berbai’at kepada Rasulullah
saw.
Buku-buku sejarah dan biografi menyebutkan bahwa ia termasuk
satu dari orang-orang yang masuk Islam berkat dakwah Abu Bakar.
Bisa jadi ia mengikrarkan keislamannya bersama beberapa
orang yang masuk Islam berkat dakwah Abu Bakar. Mereka adalah Utsman bin
`Affan, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin `Auf dan Thalhah bin `Ubaidillah. Dan
ini tidak menutup kemungkinan bahwa sebelumnya ia sudah memeluk Islam secara
sembunyi-sembunyi.
Banyak sekali keistimewaan Sa’d yang dapat dibanggakan.
Namun hanya dua keistimewaan penting yang paling ia banggakan. Pertama, dialah
orang yang pertama kali menggunakan panah dalam perang membela agama Allah, dan
ia juga orang yang pertama kali terkena anak panah. Dan kedua, dia merupakan
satu-satunya orang yang dijamin oleh Rasulullah dengan jaminan kedua orang tua
beliau. Di waktu perang Uhud, Rasulullah bersabda, “Panahlah hai Sa’d! Ibu
bapakku menjadi jaminan.”
Betul ia selalu membanggkan dua keistimewaan ini, dan
menjadi kesyurkurannya kepada Allah. Ia berkata, “Demi Allah, aku adalah orang
yang pertama kali menggunakan panah dalam perang membela agama Allah.”
Ali bin Abu Thalib juga pernah berkata, “Aku tidak pernah
mendengar Rasulullah menjadikan ayah dan ibunya sebagai jaminankecuali kepada
Sa’d. di Perang Uhud. Aku mendengar beliau bersabda, `Panahlah hai Sa’d! Ibu
bapakku menjadi jaminan.’”
Sa’d termasuk seorang kesatria berkuda paling berani yang
dimiliki oleh bangsa Arab dan kaum muslimin. Ia memiliki dua senjata ampuh, panah
dan doa. Jika ia memanah, pasti mengenai sasarannya, dan jika berdoa, pasti dikabulkan.
Ini disebabkan oleh doa Rasulullah untuk dirinya. Pada suatu hari, ketika
Rasulullah menyaksikan dari Sa’d sesuatu yang menyenangkan dan berkenan di hati
beliau, beliau berdoa, “Ya Allah, tepatkanlah bidikan panahnya dan kabulkanlah
doanya.”
Doa Sa’d dikenal bak pedang yang tajam. Sa’d menyadari hal
ini. Karena itu ia tidak mau mendoakan buruk untuk orang lain kecuali dengan
menyerahkan urusannya kepada Allah.
Amir bin Sa’d menceritakan, “Sutau hari, Sa’d melihat
seorang laki-laki sedang mencaci-maki Ali ra., Thalhah ra., dan Zuabir ra. Ia
menegur orang itu. Namun orang itu tidak peduli. Lalu Sa’d berkata, “Kalau
begitu, aku akan mendoakan keburukan untukmu.” Laki-laki itu menjawab, “Kamu
mengancamku? Kamu ini seperti nabi saja.”
Sa’d pergi. Ia berwudhu, Shalat dua rakaat, lalu
menengadahkan dua tangannya dan berdoa, “Ya Allah, Engaku tahu bahwa laki-laki
itu telah mencaci-maki kaum yang telah mendapatkan kebaikan dari-Mu.
Caci-makinya tentu membuat-Mu marah. Karena itu, tunjukkan kebesaran-Mu, dan jadikanlah
dia sebagai pelajaran bagi orang lain.”
Tidak lama kemudian, seekor unta berlari kencang keluar dari
sebuah rumah. Unta itu tidak bisa dikendalikan. Ia harus menerobos kerumunan
orang, seakan ada sesuatu yang dicarinya. Unta itu menabrak laki-laki tadi, dan
terus menginjak-injaknya hingga tewas.
Ini menandakan kebeningan jiwa, kesungguhan iman dan
keikhlasan yang mendalam. Begitu pula Sa’d jiwanya dalah jiwa merdeka.
Keyakinanya kuat membaja dan keikhalasannya tak ternoda.
Untuk meningkatkan ketakwaanya, ia memakan makanan yang
halal, dan menolak dengan keras setiap dirham yang mengandung syubhat.
[bersambung/dn]
Sumber : 60 Sirah Sahabat
Rasulullah SAW/Khalid Muhammad Khalid/Al Itishom

0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !