Bilal Bin Rabah [4] – Adzan Pertama di Mekkah - Situs Portal Berita Keluarga Muslim Indonesia
Headlines News :
Home » , , » Bilal Bin Rabah [4] – Adzan Pertama di Mekkah

Bilal Bin Rabah [4] – Adzan Pertama di Mekkah

Thursday, September 25, 2014 | 10:46 PM

Khalifahlife.com - Waktu terus berjalan. Hingga tibalah peristiwa pembebasaan kota Mekah.
Dengan membawa 10 ribu kaum muslimin, Rasulullah memasuki kota Mekah dengan membaca tahmid dan takbir. Beliau menuju Ka’bah, tempat suci yang dijejali 360 berhala oleh suku Quraisy.
Yang benar telah datang. Yang batil pasti menyingkir

Mulai hari ini tidak ada lagi Lata, `Utta atau Hubal. Mulai hari ini, tidak seorang pun yang menundukkan kepalanya kepada batu dan patung. Tidak ada lagi yang mereka puja dengan sepenuh hati selain Allah. Tuhan yang Mahatinggi, Mahabesar, dan tiada satu pun yang menyerupai-Nya.

Dengan ditemani Bilal, Rasulullah masuk ke dalam Ka’bah. Di dekat pintu, berdiri sebuah patung berbentuk Ibrahim as. Yang sedang berjudi dengan menggunakan anak panah. Rasulullah marah dan berkata,

“Semoga Allah membinasakan mereka. Nenek moyang kita tidak berjudi. Ibrahim bukan orang yahudi dan bukan orang nasrani. Dia seorang muslim dan sama sekali tidak pernah melakukan kemusyrikan.”

Rasulullah menyuruh Bilal naik ke bagian atas masjid untuk mengumandangkan azan. Maka Bilal pun mengumandangkan azan. Sungguh saat-saat mengharukan. Lihatlah tempatnya. Rasakan suasananya. Detak kehidupan di kota Mekah seakan berhenti. Ribuan kaum muslimin berdiri terpaku. 
Dengan suara lirih, mereka mengulangi lafal-lafal azan yang dikumandangkan Bilal. Sungguh suasana yang sangat mengharukan.

Sementara itu, orang-orang kafir yang berada di rumah mereka masih belum bisa percaya:
“Inikah dia Muhammad dan orang-orang miskin yang menjadi pengikutnya yang kemarin diusir dari kota ini?”

Betulkah dia adalah Muhammad itu? Pengikutnya sudah berjumlah 10 ribu orang?”

Betulkah dia adalah Muhammad yang kemarin kami usir, kami perangi, dan kami bunuh orang-orang terdekatnya?”

“Betulkah dia adalah Muhammad itu? Baru saja dia berkata kepada kami, `Pergilah! Kalian bebas.’ 
Padahal dia mampu membunuh kami semua.”

Pertanyaan-pertanyaan ini mengusik kepala mereka.

Sementara tu, ada tiga orang bangsawan Quraisy sedang duduk dekat Ka’bah. Mereka tampak terpukul menyaksikan Bilal menginjak-injak berhala-berhala mereka, lalu mengumandangkan azan yang menembus seluruh penjuru Mekah, bagai tiupan angin musim semi.

Ketiga orang itu ialah Abu Sufyan bin Harb (sudah masuk Islam beberapa saat yang lalu), Attab bin Usaid dan Harits bin Hisyam (Keduanya belum masuk Islam).

Dengan mata tertuju kepada Bilal yang sedang mengumandangkan azan, Attab berkata, “Tuhan telah memuliakan Usaid dengan tidak mendengarkan seruan ini agar tidak mendengarkan sesuatu yang dibencinya.”

Harits berkata, “Demi tuhan, jika aku tahu Muhammad itu benar, sungguh aku akan mengikutinya.”

Abu Sufyan mengomentari perkataan mereka berdua, “Aku tidak berkata apa-apa karena jika aku mengatakan sesuatu, pasti kerikil ini akan menyebarkan perkataanku.”

Ketika Nabi meninggalkan Ka’bah, beliau melihat mereka. Beliau memperhatikan mereka sebentar. 

Dengan tatapan penuh cahaya ilahi dan kemenangan, beliau berkata, “Aku tahu apa yang kalian ucapkan.” Dan beliau memberitahukan apa yang mereka ucapkan.

Tiba-tiba harits dan Attab berkata, “Kami bersaksi bahwa engkau adalah utusan Allah. Demi tuhan, tidak seorang pun mendengar ucapan kami hingga kami menuduhnya telah bercerita kepadamu.”

Sekarang, cara pandang mereka terhadap Bilal sudah berubah. Di hati mereka bergema kalimat yang mereka  dengar dalam khotbah Rasulullah sewaktu memasuki Mekah. “Hai orang-orang Quraisy. 

Allah telah melenyapkan kesombongan jahiliah dan bangga pada nenek moyang. Semua manusia bermula dari Adam, dan Adam diciptakan dari tanah.”

Bilal melanjutkan hidupnya bersama Rasulullah saw. Ia ikut ambil bagian dalam setiap peristiwa penting. Ia menjadi muazzin. Ia menghidupkan dan menjaga syiaar-syiar Islam; agama besar yang telah menyelamatkannya dari kegelapan dan perbudakan.

Islam makin tinggi. Begitu juga kaum muslimin. Dan semakin hari, Bilal semakin dekat dengan Rasulullah yang menjulukinya sebagai “Laki-laki penghuni surga.”

Namun Bilal tetap Bilal. Ia tetap berhati mulia dan rendah hati. Ia tetap melihat dirinya sebagai “Orang Habsyi yang kemarin hanya seorang budak belian.”

Suatu hari ia pergi meminang dua wanita untuk dirinya dan untuk saudara laki-lakinya. Ia berkata kepada ayah dua wanita itu, “Aku Bilal dan ini saudarku. Kami dua budak Habsyi. Dulu kami berada dalam kesesatan, lalu Allah memberikan hidayah kepada kami. Dulu kami budak belian, lalu Allah memerdekakan kami. Jika bapak menerima pinangan kami, maka segala puji bai Allah. Jika bapak tidak menerima, maka Allah adalah Tuhan yang Maha Besar.”

Rasulullah wafat, menghadap sang pencipta dalam keadaan ridha dan diridhai. Tanggung jawab memimpin kaum muslimin setelah beliau dibebankan kepada Abu Bakar ash-shiddiq.

Suatu hari, Bilal menghadap Khalifah Abu Bakar, “Wahai Khalifah. Rasulullah pernah bersabda, `Amal perbuatan seorang mukmin yang paling utama adalah berperang di jalan Allah.’”

Khalifah berkata, “Lalu apa yang Anda inginkan?”

“Aku ingin tetap bergabung dalam pasukan perang hingga syahid.”

Khalifah berkata, “Lantas siapa yang menjadi muazzin?”

Dengan menangis, Bilal berkata, “Aku tidak akan menjadi muazzin setelah Rasulullah wafat.”

“Tidak, engkau harus tetap di sini dan menjadi muazzin,” kata Abu Bakar.

Bilal menjawab, “Jika sewaktu menebusku engkau ingin menjadikan aku budak, maka aku akan menuruti kemauanmu. Namun jika penebusan itu karena Allah, maka biarkan aku bebas memilih.”

Khalifah menjawab, “Aku menebusmu karena Allah.”

Sejumlah ahli sejarah menyebutkan bahwa setelah itu Bilal pergi ke negeri Syam. Menetap di tempat itu dan tetap bergabung dalam pasukan Islam.

Sejumlah ahli sejarah lain menyebutkan bahwa Bilal menerima tawaran Khalifah Abu Bakar, menetap di Madinah. Setelah Khalifah Abu Bakar wafat, dan Umar diangkat menjadi penggantinya. 

Bilal meminta izin untuk pergi ke Syam.

Apa pun adanya, Bilal telah menazarkan sisa hidupnya untuk berperang di jalan Allah. Tekadnya telah bulat untuk mengakhiri hidupnya, berjumpa Allah dan Rasul-Nya saat ia melakukan amal perbuatan yang paling disukai Allah dan Rasul-Nya.

Ia tidak mau lagi mengumandangkan azan, karena setiap kali ia mengumandangkan “Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah,” maka kenangan lamanya bangkit kembali, dan suaranya tertelan oleh kesedihan. Lalu, ia tidak bisa menahan tangis.

Ia mengumandangkan azan untuk yang terakhir kali adalah saat Khalifah Umar ra. Mengunjungi Syam. Ketika waktu shalat tiba, kaum muslimin memohon kepada Khalifah agar menyuruh Bilal mengumandangkan azan walaupun hanya sekali.

Bilal naik ke menara dan mengumandangkan azan. Para sahabat yang pernah hidup bersama Rasulullah menangis tersedu-sedu, seakan belum pernah menangis. Terutama Khalifah Umar ra.

Bilal ra. Wafat di Syam, di medan jihad, seperti yang ia inginkan. Di tanah Damaskus, jasad laki-laki agung ini dikuburkan. Laki-laki yang sangat gigih memblea akidah dan keimanan. [Tamat/dn]


Sumber :  60 Sirah Sahabat Rasulullah SAW/Khalid Muhammad Khalid/Al Itishom
Share this article :

0 comments:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
KANAL : REDAKSI | IKLAN | HUBUNGI KAMI
Copyright © 2011. Situs Portal Berita Keluarga Muslim Indonesia - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger