Bilal Bin Rabah [3] – Kumandang Adzan Bilal - Situs Portal Berita Keluarga Muslim Indonesia
Headlines News :
Home » , , » Bilal Bin Rabah [3] – Kumandang Adzan Bilal

Bilal Bin Rabah [3] – Kumandang Adzan Bilal

Tuesday, September 23, 2014 | 2:24 PM



Khalifahlife.com - Setelah Rasulullah saw. Bersama kaum muslimin hijrah dan menetap di Madinah, beliau pun mensyariatkan azan untuk melakukan shalat. Siapakah kiranya yang menjadi muazzin untuk shalat sebanyak lima kali dalam sehari semalam? Siapakah yang suara takbir dan tahlilnya akan berkumandang ke seluruh penjuru kota Madinah?

Dialah Bilal yang telah menyerukan, “Ahad... Ahad...” ketika diterpa siksaan 13 tahun yang lalu.
Hari itu Rasulullah memilihnya sebagai muazzin pertama dalam sejarah Islam. Dengan suaranya yang tinggi dan merdu, lantunan demi lantunan azan menyirami hati kaum muslimin, menjadikannya berbunga-bunga.

Dengarkan lantunan Bilal,

Allahu Akbar...Allahu Akbar...
Allahu Akbar...Allahu Akbar...
Asyhadu alla ilaha illallah...
Asyhadu alla ilaha illallah...
Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah...
Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah...
Hayya `alas shalah...
Hayya `alas shalah...
Hayya `alal falah...
Hayya `alal falah...
Allahu Akbar...Allahu Akbar...
La ilaha illallah...

Saat terjadi perang yang amat sengit antara kaum muslimin dengan pasukan kafir yang menyerang kota Madinah, lihatlah; Bilal berada di sana. Ia berkelebat ke sana kemari menebaskan pedangnya. Inilah perang pertama yang diterjuni kaum muslimin, Perang Badar. Rasulullah memerintahkan pasukannya agar menjadi kata, “Ahad... Ahad...,” sebagai slogan perang itu.

Kaum kafir Quraisy mengerahkan kekuatan intinya dalam peperangan ini. Tidak ketinggalan para pemukanya.

Pada mulanya Umayah bin Khalaf, mantan majikan Bilal yang telah menyiksanya secara kejam dan biadab, berniat tidak ikut perang. Namun ia datangi `Uqbah bin Abi Mu’ith dengan membawa mijmar (dupa yang dipergunakan wanita untuk membakar kayu wangi). Dupa itu diletakkan di depan Umayah dan berkata, “Hai Umayah, gunakanlah dupa ini. Kamu ternyata seorang wanita.”

“Keparat kau! Apa yang kau bawa ini?” teriak Umayah dengan geram. Ia bergegas berangkat bersama pasukan yang lain.

Sungguh, apa rahasia di balik semua ini?

Uqbah bin Abi Mu’ith adalah orang yang paling gigih mendorong Umayah untuk melakukan siksaan terhadap Bilal dan orang-orang tak berdaya lainnya dari kaum muslimin.. Dan sekarang, ia mendesaknya untuk ikut dalam Perang Badar. Perang yang menjadi kuburannya dan kuburan Uqbah bin Abi Mu’ith.

Pada awalnya Umayah enggan ikut perang. Tanpa desakan dari Uqbah, belum tentu ia ikut perang. Tetapi keputusan Allah pasti akan terjadi. Umayah harus ikut dalam perang ini. Ia masih punya utang kepada seorang hamba Allah yang belum terselesaikan. Dan sekaranglah saatnya membayar utang itu. Jika Anda berutang, anda harus membayar utang itu.

Dan takdir Allah menghinakan orang-orang yang sewenang-wenang. Uqbah adalah orang yang mendorong Umayah menyiksa orang-orang Islam. Dia juga yang menyeret Umayah menemui kematiannya.
Di tangan siapakah dia menemui kematiannya?

Di tangan Bilal. Bilal membunuhnya sendirian. Bilal membunuhnya dengan tangannya sendiri. Tangan yang dulu dirantai oleh Umayah, dan tubuhnya yang disiksa habis-habisan.

Hari ini, di Perang Badar, tangan inilah yang mengantarkan algojo Quraisy pada kematiannya. Ketentuan Allah-lah yang mengatur semua ini.

Perang mulai berkecamuk. Pasukan kaum muslimin bergerak maju dengan semboyannya, “Ahad... Ahad...” Jantung Umayah bagai tercabut dari urat akarnya dan rasa takut mengancam dirinya.

Kalimat yang kemarin diulang-ulang oleh budak beliannya saat menghadapi siksa, sekarang menjadi semboyan satu agama dan umat baru. “Ahad... Ahad...” Begitu cepat perubahan itu terjadi.
Perang makin memanas. Suara benturan pedang memekakkan telinga.

Ketika perang hampir usai, Umayah melihat Abdurrahman bin Auf, seorang sahabat Rasulullah. Ia segera meminta perlindungan kepadanya. Umayah meminta Abdurrahman bin Auf mau menjadikannya sebagai tawanan. Dengan harapan, ia bisa selamat dari pedang pasukan Islam.

Abdurrahman memenuhi permintaan Umayah dan berjanji akan melindunginya. Lalu membawanya ke tempat para tawanan perang. Di tengah jalan, Bilal melihat keberadaan Umayah. Ia berteriak, “Itu dia gembong kekafiran. Umayah bin Khalaf. Aku tidak akan aman jika dia selamat.”

Sambil berkata demikian, Bilal mengangkat pedangnya dan hendak memenggal kepala Umayah yang selama ini penuh dengan kesombongan. Namun, Abdurrahman berteriak, “Bilal!, Jangan! Dia tawananku.”
“Tawanan? Perang ini belum selesai. Lihatlah pedangnya, masih berlumuran darah kaum muslimin.” Bilal menjawab dengan nada keheranan dan mengolok-olok. Sebelum ini, Umayah telah mengolok-oloknya sepuas-puasnya.

Bilal merasa tidak mampu menggagalkan perlindungan saudara seagama (Abdurrahman bin Auf) kecuali bantuan yang lain. Ia berteriak keras, “Wahai para pembela agama Allah, ini dia gembong kekafiran Umayah bin Khalaf. Aku tidak akan aman jika dia selamat.”

Kaum muslimin dengan pedang masih berlumuran darah segera berdatangan dan Abdurrahman bin Auf tidak bisa berbuat apa-apa. Bahkan, ia tidak sempat menyelamatkan bajunya yang terkoyak karena desakan orang-orang itu.

Bilal memandangi tubuh Umayah yang telah roboh oleh tebasan pedang. Kemudian ia meninggalkannya dengan meneriakkan “Ahad... Ahad...”
Bahkan akan lebih utama jika Bilal memaafkan Umayah?

Menurut saya, pertanyaan ini tidak tepat jika diajukan dalam kondisi seperti ini. Seandainya pertemuan antara Bilala dengan Umayah dalam suasana yang lain, mungkin pertanyaan ini bisa kita ajukan. Dan laki-laki seperti Bilal pasti akan memberikan maaf.

Lihatlah, mereka bertemu dalam sebuah pertempuran. Masing-masing ingin menghabisi lawannya. Pedang saling beradu. Korban berjatuhan. Kematian menjadi semakin dekat. Di saat seperti itu, Bilal melihat Umayah yang selama ini menyiksanya habis-habisan. Bahkan setiap bagian tubuhnya masih merasakan kesedihan siksanya.

Di perang itu, Bilal menyaksikan Umayah berkelebat ke sana kemari, menebaskan pedangnya ke leher kaum muslimin. Seandainya ia punya kesempatan untuk memenggal leher Bilal, tentu ia akan melakukannya.
Dalam suasan seperti  inilah, mereka bertemu. Tidak masuk akal kalu kita mengajukan pertanyaan, “Mengapa Bilal tidak memaafkannya?” [bersambung/dn]

Sumber :  60 Sirah Sahabat Rasulullah SAW/Khalid Muhammad Khalid/Al Itishom
Share this article :

0 comments:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
KANAL : REDAKSI | IKLAN | HUBUNGI KAMI
Copyright © 2011. Situs Portal Berita Keluarga Muslim Indonesia - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger